“Teman kerjaku di kantor memang menyebalkan setiap hari kerjaannya hanya mengeluh… ada saja yang dikeluhkan”

“Brengsek mobil di depan dari tadi kecepatannya ngga’ stabil mana belok tanpa sein!!”

“Ngeri denger krisis di Amerika dan Eropa jangan-jangan sebentar lagi kondisi kita kembali seperti ketika krisis beberapa tahun yang lalu”

“Pemerintah ini malah asyik urus porno-pornoan padahal kan banyak masalah lain yang mendesak”

Itulah sepenggal kalimat yang sempat terdengar ketika duduk di sebuah kafe, bukan bermaksud menguping hanya saja saking keras dan semagatnya orang-orang berbicara maka terdengar juga oleh telinga ini.

Teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca sekitar setahun yang lalu. Ada sebuah sub topik yang menarik dan mengubah banyak hal dalam cara saya menyikapi hal-hal yang terjadi.

Pada salah satu bagian penulis menggambarkan bahwa kehidupan seseorang itu ibaratnya sebuah pie . Imajinasikan diri kita sebagai seorang Chef berada di sebuah dapur mewah yang lengkap dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan.

Apapun yang kita perlukan tersedia di sana, dan tujuan kita adalah membuat sebuah pie . Kita bebas menentukan dan memilih apa saja bahan yang hendak kita pakai untuk pie ini.

Ternyata antara pie dan kehidupan erat kaitannya. Sama halnya analogi tentang pie tadi demikian pula dalam kehidupan seseorang memiliki kebebasan untuk menentukan arah tujuan, cara menjalani hidup dan apa yang hendak dinikmati.

Tak sedikit orang yang merasa dirinya adalah korban dari sebuah kondisi atau korban dari tindakan orang lain. Padahal keadaan tersebut hanya terjadi karena yang bersangkutan memilih untuk terlibat pada kondisi itu sendiri atau terlibat dengan orang-orang tertentu.

Benar bahwa di sekitar kita begitu banyak pengalaman dan pilihan termasuk sifat dan karakter manusia namun tak selalu berarti kesemuanya itu harus berkaitan dengan diri kita atau setidaknya memberikan dampak tertentu.

Kebiasaan untuk bereaksi terhadap suatu kondisi atau perilaku orang lain tak jarang menjadi “pintu masuk” bagi sebuah pengalaman atau dampak yang sebenarnya tidak dikehendaki.

Perilaku, kejadian atau siatuasi tak harus memberikan dampak tertentu bagi seseorang selama yang bersangkutan tidak membuka pintu untuk hal-hal tersebut.

Membuka pintu tak selalu dengan melibatkan diri, mendengarkan atau menyediakan waktu namun dapat juga berupa tindakan menentang dan melawan agar hal-hal yang tak diinginkan ini enyah sejauh-jauhnya.

Fitnah misalnya tak mutlak untuk diberikan klarifikasi mengingat munculnya pun acapkali tanpa data dan fakta akurat. Klarifikasi terhadap fitnah tak jarang hanya menjadi ajang saling mencari dukungan tanpa mengungkapkan kebenaran sejati.

Keinginan dan proses klarifikasi justru banyak menghabiskan waktu, pikiran, perasaan dan tenaga bagi pihak yang difitnah. Sebaliknya dengan membiarkan fitnah itu tak menjadi bagian dari dirinya malahan dia tetap bisa menjalani hidupnya dengan hati yang tenang.

Sementara bisa jadi si pemfitnah sibuk mencari pendukung dan kata-kata rayuan yang menyebabkan hatinya semakin tidak tenang. Tapi bagaimana dengan orang yang mendengar fitnah? Setiap orang akan percaya ataupun tidak percaya sesuai persepsi dan penilaian diri masing-masing itupun adalah pie milik mereka. Toh kadar kebenarannya tak bertambah ataupun berkurang dengan atau tanpa klarifikasi.

Berbagai perilaku dan keadaan yang terjadi tak ubahnya seperti sebuah dapur milik sang Chef tadi yang lengkap dengan berbagai peralatan dan bahan-bahannya.

Karena sang Chef memiliki tujuan dan gambaran tentang pie seperti apakah yang hendak dibuatnya maka dia hanya befokus pada bahan-bahan yang diinginkan saja.

Ya ada banyak bahan lain yang tersedia juga di tempat itu namun tak menjadikannya merasa jengkel, khawatir, marah atau bahkan ingin menyingkirkan bahan-bahan yang tak diperlukannya. Sebaliknya ia tak menghiraukan bahan yang memang tak dikehendakinya menjadi bagian dari pie tersebut.

Dan dengan demikian ia tak hanya bisa menikmati proses menciptakan dan menghasilkan sebuah pie sesuai keinginannya namun juga tak membuang waktu untuk menyingkirkan bahan-bahan yang tak dikehendaki. Dengan berfokus pada bahan-bahan yang diinginkan sendiri ia tak terganggu oleh bahan lain yang tak dibutuhkan. (Satrio)

Life is Supposed to be FUN!!