Selama bertahun-tahun orang meyakini bahwa perkembangan kepribadian dan kesuksesan finansial adalah dua hal yang tidak relevan satu sama lain.

Perkembangan kepribadian sering dikaitkan dengan hal yang sifatnya spiritual sementara kesuksesan finansial dikaitkan dengan materi. Dan bagi banyak orang antara spiritual dan material tidak semestinya disejajarkan satu sama lain.

Self ConfidenceOrang yang ingin memperbaiki pribadinya cenderung mengikuti berbagai pelatihan misalnya mengenai pengendalian amarah, mengatasi kecemasan, lebih percaya diri dan sebagainya. Sementara mereka yang mengejar keberhasilan finansial lebih suka mengikuti pelatihan mengenai strategi dan taktik pemasaran, pengembangan produk, teknik negosiasi dan lain-lain.

Hal yang jarang disadari oleh keduanya adalah bahwa perkembangan kepribadian dan kesuksesan finansial dalam banyak hal memiliki relevansi yang signifikan, bahkan cenderung tak terpisahkan satu sama lain.

Meski sekilas kesuksesan finansial lebih bergantung misalnya pada bagaimana seseorang berprestasi dalam pekerjaannya atau bagaimana seorang pengusaha jeli melihat dan mengekplorasi peluang, namun pada faktanya hal-hal tersebut hanya bisa dicapai oleh seorang yang memiliki kepribadian tertentu.

Sekian dekade pendidikan di sekolah maupun didikan orang tua rata-rata mengajarkan bagaimana seseorang harus “mengikuti aturan-aturan” tertentu atau pola-pola tertentu berdasar pengalaman orang lain (orang tua, guru, dsb) untuk dapat meraih keberhasilan dalam hidup. Keberhasilan yang dimaksud tentu saja salah satunya adalah finansial.

Namun kenyataannya dunia modern yang serba dinamis saat ini adalah tempat bagi mereka yang inovatif, berani mengambil resiko dan berani mencapai tujuan dengan cara-cara yang berbeda dari orang lain.

Jika hal-hal tersebut (inovatif, berani mengambil resiko dan berani berbeda) adalah yang dibutuhkan untuk dapat berhasil di masa kini maka jelaslah bahwa pola yang terbukti berhasil di masa lalu tidak lagi relevan saat ini. Jelas pula bahwa apa yang berhasil saat ini belum tentu berhasil di masa mendatang. Karenanya alih-alih mengarahkan jalan hidup seseorang yang hanya menjadikan seseorang tak memiliki karakter, pendidikan harusnya melatih kemampuan seseorang untuk menemukan karakter dan jalannya sendiri.

Untuk menjadi seorang yang memiliki keberanian mengambil resiko, berani bereksperimen dengan cara-cara yang berbeda serta inovatif tentu seseorang harus “membebaskan diri” dari rasa tidak percaya diri (low self esteem).

Rasa tidak percaya diri (low self esteem) yang sering menjangkiti adalah takut akan kegagalan, takut berseberangan dengan pandangan umum, tidak merasa diri cukup baik serta takut terhadap penolakan.

Dan di masyarakat kita resistensi mental terbesar umumnya adalah takut terhadap penolakan serta terobsesi pada persetujuan orang lain.

Mereka yang “mengidap pemyakit-penyakit” tersebut akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk beradaptasi dan meraih kesuksesan di dalam hidupnya. Jangankan kesuksesan finansial, kebahagiaan hidup pun mustahil dicapai oleh orang yang memiliki masalah ini.

Sekalipun banyak pendidikan, pelatihan dan bahkan kursus teknis dalam hal karir atau bisnis yang mereka ikuti namun semuanya hanya sia-sia belaka sebelum resistensi kepribadian tersebut teratasi.

Memang benar bahwa mengatasi resistensi-resistensi tersebut tidak lantas menjadikan seseorang meraih keberhasilan finansial secara tiba-tiba, namun mengeliminir sifat-sifat negatif tersebut sangat akan membantu seseorang untuk tidak takut melakukan tindakan-tindakan yang diyakininya benar dan yang diperlukan untuk meraih keberhasilan.

Jadi jika keterampilan teknis mengenai pekerjaan yang Anda tekuni sudah terasa cukup atau bahkan lebih namun kesuksesan tak kunjung datang, kini saatnya melakukan introspeksi terhadap kepribadian dan sistem keyakinan yang ada di dalam diri Anda.