Kalau dikira saya buta, tidak saya tidak buta dan tidak juga menutup mata.
Kalau disangka saya tak peduli, tidak juga! Sangat peduli malah.
Saya bukan menutup mata, bukan juga tidak peduli bahwa ada klerus yang mestinya menjadi panutan justru melakukan tindakan memalukan.
Saya tak menutup mata terhadap fakta bahwa ada derita korban jika tindakan-tindakan tersebut terjadi.
Bukan hanya tidak menutup mata, tapi juga bersimpati terhadap para korban dan keluarganya.
Hampir setiap hari saya mengikuti berita tentang skandal-skandal tersebut dari media Katolik dan beberapa media sekuler.
Bahkan jauh-jauh hari sebelum banyak orang menyoroti saya sudah membaca dan mengikuti. Sejak tahun 2012 ketika masih tinggal di Australia koran sekuler lokal sudah kerap menyorot kasus ini, jadi bukan hal baru di telinga saya.
Semua itu membuat saya sedih… ditambah lagi dengan pernyataan mengagetkan dari Mgr. Vigano
Kenapa Mgr. Vigano memilih menyampaikan pendapat dengan cara sekuler?
Apakah beliau demikian putus asa sehingga tak merasa bahwa cara-cara yang Katolik bisa ditempuh?
Apa benar bahwa motivasi surat Mgr. Vigano merupakan upaya “menyerang” Paus Fransiskus karena ketidaksetujuan terhadap beberapa penyataan beliau selama masa kepausannya?
Bagi saya yang tak terlalu paham hukum Kanon bukannya meski Kan. 212 menjamin penyampaian pendapat kepada Gembala Gereja namun penyampaian pendapat mestinya dilakukan dengan nafas/cara-cara Katolik supaya tak menjadi sandungan bagi saudara-saudara seiman yang menyandarkan iman kepada hirarki Gereja Katolik? Bagaimana pula dengan cara menegur menurut Mat. 18:15-17?
Meski banyak membaca dan mengikuti pemberitaan, artikel dan opini seputar badai yang sedang melanda gereja Katolik, saya tak merasa memiliki cukup informasi untuk menilai mana yang benar mana yang tidak. Saya tak mau menghakimi hanya berdasar informasi yang dimuat oleh media manapun. Buat saya informasi dari media jauh dari cukup untuk dijadikan patokan membuat kesimpulan apalagi penilaian.
Saat ini faktanya yang terjadi sebagai akibat dari penyampaian pendapat kepada Gembala Gereja dengan cara-cara sekuler (secara publik) menimbulkan pertanyaan bagi siapapun yang menyandarkan iman pada Hirarki Gereja. Pertanyaan seperti mungkinkah yang dituduhkan oleh Mgr. Vigano tersebut benar?
Saya sendiri berpikir bahwa sikap diam beliau (Bapa Suci) bisa jadi bukan tanpa perhitungan.
Bisa jadi diamnya beliau karena perlu kehati-hatian dalam mengambil sikap supaya tak muncul perpecahan serius di tubuh Gereja. Lagi-lagi dalam upaya melindungi umat beriman yang lemah imannya dan menyandarkan imannya kepada Hirarki Gereja (yang sah).
Bisa jadi pula meski terlihat diam dari luar beliau justru sedang melakukan langkah-langkah peneguran sebagaimana diajarkan pada Injil Mat. 18:15-17.
Jangan lupa juga bahwa St. Paulus juga pernah berkata:
“Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal 6:1-2).
Siapa yang tahu? Faktanya mayoritas dari kita termasuk saya tak benar-benar tahu atau memiliki akses langsung terhadap fakta-fakta yang ada seputar kondisi ini. Masih ada harapan dalam diri saya bahwa diamnya beliau ini bukan diam tak mau menanggapi tapi masih terus berdoa agar diberi kekuatan dan bimbingan dalam memilih cara terbaik menanggapi potensi skandal yang terjadi.
Mengatasi tuduhan semacam ini tanpa melemahkan iman bagi mereka yang bersandar pada Hirarki Gereja tentu tidaklah mudah, setidaknya seperti itu dalam bayangan saya.
Badai bagi tubuh Gereja Katolik saat ini sendiri seolah memberi amunisi bagi pihak luar untuk menyerang gereja dan bahkan iman Katolik. Memberi bahan untuk mengolok-olok.
Tapi mestinya situasi ini tak lantas membuat kita merasa gerah, takut apalagi malu.
Toh olok-olok terhadap iman dan gereja bukan barang baru.
Sama halnya pula penebaran berita HOAX pengunduran diri Paus Emeritus mengundurkan yang menyebut dilatarbelakangi konversi ke keyakinan lain bagi saya olok-olok dan HOAX semacam ini cuma kelakuan orang kurang kerjaan.
Atau yang lebih baru ketika seorang blogger membuat tulisan delusif yang men-skenariokan adanya Konsili Vatikan III, Paus Fransiskus membuat pernyataan bahwa neraka tidak ada, semua agama adalah benar, Adam dan Hawa tidak nyata dan seterusnya. Lantas tulisan delusif ini dengan cepat tersebar di dunia maya menjadi HOAX yang disambut heboh oleh banyak orang.
Bisa jadi orang yang lemah imannya hingga alih-alih memperdalam pengetahuan imannya sendiri malah pilih menebar kepalsuan terhadap keyakinan pihak lain. Mungkin dipikirnya agar agama yang diyakini olehnya benar maka agama lain harus salah, kalau perlu diskenariokan salah/sesat.
Bisa jadi juga cuma kerjaan blogger tak bermoral yang rela melakukan apapun demi mendatangkan pengunjung ke blog nya.
Kalau Anda mengira situasi ini membuat saya malu mengakui iman, atau mempertanyakan iman dengan mantap saya jawab tidak!!
Tidak akan saya meragukan apalagi menyangkal kebenaran iman saya.
Tak setitik pun pernah terpikir untuk meragukan ajaran Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Takkan pernah saya ragukan bahwa di atas batu karang (St. Petrus) Kristus sendiri yang mendirikan Gereja Katolik (bukan dalam arti bangunan) ini (Mat. 16:18).
Takkan pernah saya ragukan kebenaran iman Katolik, takkan pernah saya ragu bahwa tidak ada kebenaran di luar ajaran iman Katolik. Tak pernah saya ragu bahwa tidak ada keselamatan di luar Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik ini (Extra Ecclesiam Nulla Salus, penjelasan lebih lanjut mengenai EENS bisa dibaca juga di sini).
Saya meyakini ajaran Katolik tetaplah benar, selamanya selalu benar!
Manusianya bisa korup,tapi ajaran iman Katolik selamanya selalu benar.
Mungkin badai bagi gereja kali ini menyebabkan beberapa saudara seiman mulai enggan datang ke gereja, bahkan mungkin berpikir murtad pindah denominasi atau bahkan beralih ke gerakan New Age Movement atau keyakinan lain.
Tapi saya tidak!
Takkan pernah!
Mengenai fenomena pindahnya umat Katolik ke denominasi lain entah benar-benar pindah atau sekedar ikut Misa ini menurut saya ada dasar pikir yang tidak pas juga. Saya ingat bertahun-tahun silam seorang teman yang sama-sama Katolik pernah bercerita bahwa dirinya sekarang mengikuti Misa di Gereja Anglikan. Alasannya karena saat itu dia merantau ke luar negeri dan Gereja Anglikan lebih dekat dari tempat tinggalnya sekarang dibanding Gereja Katolik.
Melanjutkan ceritanya teman saya ini berkata:
“Sama saja kan Anglikan sama Katolik. Liturginya tak beda, ajarannya mirip. Bedanya selain ada pastor wanita juga yang satu mengakui Raja sebagai pemimpin yang lain mengakui Paus sebagai pemimpin. Secara fundamental toh sama saja”
Nah dasar pikir itulah yang salah, bagaimana bisa disebut bahwa Katolik dan Anglikan secara fundamental sama?
Mesi bukan ahli Teologi dan masih banyak hal mengenai hukum Gereja yang belum sepenuhnya saya paham tapi saya menilai tak sedikit saudara seiman yang kurang paham mengenai pentingnya persatuan penuh dengan Roma.
Silakan dikoreksi bila saya salah, tapi dalam pemahaman saya persatuan penuh dengan Roma artinya:
- Mengakui/menerima bahwa Sri Paus adalah penerus tahta Santo Petrus dan kepada Santo Petrus -lah Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri dipercayakan. Jadi kalau tidak mengakui hal ini maka tidak mengakui pula bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Allah melalui Kristus sendiri. Bagaimana mungkin pemahaman dan keyakinan ini tidak dipegang oleh seseorang yang di Baptis secara Katolik?
- Persatuan penuh juga berarti menerima dogma yang sama (dogma Katolik). Misalnya dogma mengenai infalibilitas Paus dan Dogma Maria Immaculata.
Dalam Lumen Gentium 14 saja sudah dijelaskan bahwa orang yang benar-benar tahu bahwa Gereja Katolik didirikan sendiri oleh Bapa melalui Putra -Nya namun tidak mau masuk/tetap tinggal di dalamnya maka yang bersangkutan tidak bisa lagi diselamatkan.
Masih mau pindah denominasi padahal sudah di Baptis Katolik? Masih bilang Gereja manapun sama saja padahal Gereja yang bersangkutan tidak memelihara kesatuan penuh dengan Roma?
Kalau saya sendiri dalam kondisi terpaksa pilih ikut Misa di Gereja Katolik Timur. Mereka masih memegang persatuan penuh dengan Roma dan menerima dogma Katolik. Kalau ini benar, hanya cara mengekpresikannya yang berbeda.
Tapi untungnya waktu tinggal di Melbourne saya tetap memilih jalan kaki beberapa kilometer lebih jauh untuk Misa di Gereja Katolik (Latin) daripada gereja lain meski sebenarnya lebih dekat.
Korupnya imam tertentu tak ada korelasi dengan kebenaran iman Katolik,
Korupnya mereka tak bisa dijadikan alasan untuk tidak menerima Tubuh dan Darah Kristus (Ekaristi).
Walau tak bisa dipungkiri pula bagi yang lemah imannya maka kehilangan rasa hormat kepada pemimpin Gereja, bisa mengarah pada kondisi kehilangan kepercayaan kepada Gereja, selanjutnya mengarah pada hilangnya keyakinan pada Tuhan, kehilangan iman dan berakibat pada kehilangan keselamatan jiwa.
Itu sebabnya kita sebagai umat Katolik mestinya bersikap bijak serta berhati-hati menyikapi keadaan saat ini. Jangan hanya kerena rasa malu, kecewa atau marah lantas melempar tuduhan, ikut ribut di sosmed, demo, apalagi sampai mengikuti gerakan protes aneh-aneh. Intinya segala sesuatu yang bukan dengan cara-cara Katolik.
Jangan pula menutup mata bahwa ada kemungkinan kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak luar baik untuk kepentingan sendiri secara politis atau melemahkan gereja. Kita tahu bahwa memang sejak awal ada upaya melemahkan agenda-agenda Paus Fransiskus karena dianggap tidak menguntungkan kelompok sekuler tertentu.
Bagaimana semestinya kita menyikapi situasi saat ini? Sebenarnya cukup sederhana: sebagai umat Katolik kita senantiasa harus taat pada Hirarki Gereja, Bapa Suci beserta semua ajarannya darimana lewat tanda dan sabda Tuhan berbicara sejak ribuan tahun lalu hingga akhir jaman.
Soal malu, kita menanggung “beban” yang ringan, toh kita tidak diharuskan mengenakan atribut-atribut tertentu sehari-hari seperti para biarawan dan biarawati.
Lihatlah para Suster, dimanapun beliau-beliau ini berada mudah bagi setiap orang mengidentifikasi sebagai bagian dari Gereja Katolik. Apa lantas para suster ini mengingkari kaul nya?
Merasa sedih dan kecewa adalah wajar, tapi malu, tidak taat pada Bapa Suci dan Hirarki Gereja apalagi sampai mengingkari iman adalah soal lain.
Saya sudah beberapa tahun terakhir mengenakan Medali Wasiat dan sampai sekarang saya tetap merasa nyaman mengenakannya sehari-hari.
Kalau ada yang tanya: “Katolik?”
Saya mantap dan bangga menjawab: “Ya, saya Katolik!”
Alih-alih ikut melempar kritik apalagi berteriak di sosmed menuntut ini itu tanpa tahu kondisi yang sebenarnya apalagi meninggalkan iman buat saya lebih bijak kalau kita mendoakan para Gembala supaya dikuatkan dalam tugas pelayanannya.
Jangan lupa bahwa meski merasa berhak bahkan berkewajiban menyampaikan pendapat tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan gereja namun tetap harus dengan cara-cara Katolik, berteriak-teriak di sosmed jelas bukan salah satunya. (Silakan baca lagi KHK no. 212, semoga saya tak salah memahami)
Buat saya lebih berharga mendoakan Gembala suci dalam menghadapi badai yang menerpa gereja saat ini.
Buat refleksi saya sendiri dengan adanya badai yang terjadi di tubuh Gereja saat ini saya merasa diingatkan untuk lebih sering berdoa bagi para biarawan/biarawati termasuk untuk Paus.
Jujur saja sebelumnya saya teramat jarang berdoa untuk beliau-beliau ini, saya selalu berpikir bahwa justru saya yang perlu didoakan oleh beliau-beliau. Saya lupa bahwa sebagai sesama umat beriman kita harus senantiasa saling mendoakan entah imam maupun awam.
“Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? (Mat 8:26)
Happily married, father of a wonderful boy, a passionate Content Strategist. Liverpool FC and Melbourne Victory fan. Traditional martial artist.
I’m going to be myself, do what I think is right. If they don’t like it, so be it. ~ Satrio ~|
Read more posts here||
I’m an ISTJ-A