Seorang CEO atau pemimpin organisasi harus belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat oleh para koleganya: mantan CEO Pfizer dan mantan CEO Schwab yang harus rela dicopot lantaran gagal melihat tanda-tanda awal bahwa manager HRD yang dipekerjakannya sudah tidak lagi kompeten menjalankan tugas.
Manager HRD dan Pfizer dan Schwab yang telah ‘mengorbankan’ atasannya tersebut memiliki reputasi sebagai seorang yang sering menyalahgunakan wewenang, memiliki kedekatan dengan CEO nya serta bersikap keras dan kasar pada bawahan.
Ketika divisi HRD berkinerja baik maka organisasi akan sangat terbantu dalam mencapai tujuan. Sebaliknya jika kinerja divisi HRD buruk maka akan berdampak besar pada tingkat kepuasan karyawan yang selanjutnya berdampak pula pada ketidakpuasan pelanggan yang tentu berakibat pada merosotnya profitabilitas perusahaan dan pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan pemegang saham. Pahami dulu hubungan sebab akibat tersebut sebelum kita berbicara lebih jauh.
Lantas bagaimana seorang pemimpin organisasi menilai kompeten atau tidaknya manager HRD-nya? Berikut adalah beberapa tanda awal yang menunjukkan bahwa seorang manajer HRD sudah tidak lagi kompeten:
Pertama. Dalam pelajaran manajemen selalu disebut bahwa HRD adalah jantung organisasi, dan memang demikian adanya. Sebagai ‘jantung’ yang harus mengedarkan ‘darah’ kesetiap bagian maka seorang manajer HRD harus meluangkan waktunya untuk bertatap muka secara langsung dengan staff.
Jika seorang manajer HRD lebih banyak meluangkan waktu untuk menemani pemimpin organisasi/CEO dalam kunjungan-kunjungan, konvensi dan sebagainya kemudian hanya meluangkan waktu berhubungan dengan staf melalui e-mail, Skype ataupun media lain maka itulah indikasi pertama bahwa yang bersangkutan tidak lagi kompeten.
Terlebih disaat-saat dimana organisasi dalam kondisi sulit (oleh sebab apapun), seorang manajer HRD dan jajarannya harus lebih sering lagi meluangkan waktu bertatap muka dengan staf di masing-masing bagian.
Kedua, jika seorang manajer HRD tidak bisa menghafal sepuluh klien utama perusahaan dan lima kompetitor terdekat atau tidak mampu menjelaskan dengan baik bisnis yang dilakukan oleh organisasi maka pecatlah dia saat ini juga!
Perhatikan, apakah dalam sebuah rapat yang mendiskusikan mengenai marjin, cash flow, persediaan atau pendapatan yang bersangkutan tampak antusias? Pecat dia sekarang jika tidak!
Fungsi HRD adalah mendukung tercapainya tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya manusia. Jika seorang manajer HRD tidak tertarik terhadap isu-isu pengembangan organisasi, keuntungan/kerugian, marjin dan tingkat profit maka tidak ada lagi manfaatnya yang bersangkutan dipertahankan pada posisinya.
Ketiga. Bertatap muka secara langsung adalah penting, namun memahami dan menggunakan alat-alat komunikasi yang sedang populer adalah sama pentinnya.
Seorang manager HRD harus mampu ‘berkomunikasi’ dengan ‘frekuensi’ yang sama dengan seluruh staff dalam organisasi. Apakah manajer HRD Anda memiliki blog? Akun Twitter? Mengerti RSS? YouTube? Skype? Menggunakan Smartphone? Atau sekedar menggunakan alat komunikasi ‘purba’ seperti ponsel dan e-mail?
Melalui penguasaan media-media tersebut, seorang manajer HRD bukan hanya dimudahkan dalam berkomunikasi dengan karyawan dalam organisasi namun sekaligus juga mampu ‘memantau’ dinamika serta isu-isu yang berkembang dalam organisasi dimana kemungkinan akan memilki potensi memengaruhi kondisi organisasi.
Kuncinya adalah bahwa seorang manajer HRD harus menguasai dan menggunakan media komunikasi terpopuler bukan sekedar menggunakan media yang menurutnya mudah dioperasikan. Jika Anda adalah seorang manajer HRD manfaatkan semua media itu dengan baik. Jika perusahaan tak menyediakan fasilitas tersebut maka perusahaan Anda sedang hidup di masa ‘purba’ dan diambang kepunahan.
Keempat, seorang manajer HRD harus pro perubahan. Pada masa ini kondisi LSE (Lingkungan Sekitaran Eksternal) secara cepat dan dinamis berubah baik oleh perubahan perilaku konsumen maupun kompetitor. Perubahan dinamis dan cepat ini menuntut organisasi apapun bentuknya untuk mampu secara cepat merespon perubahan. Karenanya, sebagai divisi pendukung HRD harus mampu mengikuti irama perubahan strategi organisasi sekaligus memfasilitasi perubahan tersebut utamanya dalam kaitannya dengan manajemen karyawan di dalam organisasi.
Seorang manajer HRD yang kompeten semestinya mampu mengakomodir perubahan arah strategi perusahaan dalam waktu paling lambat sembilan bulan.
Kelima. Fungsi dan peran HRD sudah berubah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Jika manajer HRD masih berkutat dengan persoalan-persoalan teknis administratif seperti penggajian, bonus, hak dan kewajiban maka sudah saatnya Anda mempekerjakan manajer baru.
Bukan berarti bahwa hal-hal disebut di atas sudah tidak lagi relevan, hanya saja sudah tidak bukan masanya menjadi fokus. HRD masa kini mestinya melangkah lebih jauh dengan menetapkan standar ukuran kinerja yang lebih memberikan kontribusi secara langsung bagi organisasi. Serahkan hal-hal teknis yang bersifat administrasi pada orang-orang dengan background non-management.
Tolok ukur yang baru misalnya: analisis kinerja karyawan; perbandingan antara biaya-biaya yang ditanggung oleh perusahaan untuk tiap-tiap karyawan dengan kinerja yang diterima dari tiap-tiap karyawan; analisis dampak sistem penggajian, bonus dan pelatihan terhadap kinerja karyawan (ROI); dampak penambahan/pengurangan karyawan terhadap kinerja perusahaan dan kepuasan konsumen.
Keenam. Sama halnya dengan pemimpin divisi lain, manajer HRD harus memiliki dan menetapkan visinya dan visi tersebut hendaknya selaras dengan visi organisasi. Perhatikan apakah manajer HRD Anda memiliki visi yang jelas yang bertujuan mendorong karyawan untuk mencapai kinerja maksimal? Atau sekali lagi yang bersangkutan hanya asyik bermain dengan payroll, budgeting dan hal-hal administratif?
Pimpinan puncak organisasi harus selalu memantau dan bertanya mengenai apa yang menjadi visi divisi HRD. Dan apabila visi HRD tersebut tercapai, apakah manfaatnya bagi organisasi? Apakah tercapainya visi tersebut memberi dampak signifikan bagi organisasi? Apakah sebanding antara upaya dan biaya yang dikorbankan dengan manfaat yang nantinya bakal diterima organisasi? Apakah manajer HRD tersebut mampu mewujudkan visinya? Kapan visi tersebut akan tercapai?
Ketujuh. Tidak sedikit manajer HRD dan manajer divisi lain yang selama menduduki posisinya lebih banyak meluangkan waktu untuk pengembangan dirinya sendiri ketimbang manfaatnya bagi organisasi. Jika seorang manajer HRD begitu ambisius mengikuti berbagai pelatihan, konvensi, sertifikasi profesi yang lebih memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan hanya berdampak kecil bagi organisasi, maka inilah saatnya Anda mencari pengganti.
Kedelapan. Sekalipun seorang manajer HRD harus berperan juga sebagai penasehat bagi pemimpin organisasi namun dia bukanlah tangan kanan Anda. Jaga jarak kedekatan antara Anda sebagai pemimpin organisasi dengan yang bersangkutan sebagai manajer HRD.
Seringkali kedekatan berlebihan antara manajer HRD dengan pemimpin organisasi/CEO menyebabkan terputusnya fungsi koordinasi dan komunikasi antara pemimpin organisasi dengan divisi-divisi yang lain.
Kedekatan antara pemimpin organisasi dan manajer HRD dalam banyak kasus menjadikan manajer HRD seolah-olah adalah tangan kanan/asisten pribadi CEO sehingga jalur komunikasi dan koordinasi dengan divisi lain harus melalui dirinya.
Jika ini terjadi maka bisa dipastikan bahwa organisasi dalam kondisi yang tidak sehat bahkan kritis. Manajer HRD seharusnya menjadi ‘jantung’ bagi organisasi, bukan ‘jembatan’ antar divisi.
Sembilan, seorang manajer HRD harus terlebih dahulu berhasil mengorganisir divisinya sebelum mengorganisir organisasi secara keseluruhan. Jika manajer HRD Anda masih baru, berikan waktu 6-12 bulan untuk mengorganisir divisinya sendiri. Perhatikan apakah dalam divisinya dia menyusun deskripsi dan pembagian tugas secara efektif? Apakah dia sudah mempersiapkan kandidat-kandidat penggantinya dimasa depan? Apakah dia mampu menjadi penasehat bagi karyawan-karyawan dalam divisinya sendiri? Jika dalam divisinya sendiri yang bersangkutan tidak mampu mengorganisir secara efektif dan efisien maka mustahil dia mampu menjalankan peran dalam lingkup yang lebih besar.
Sepuluh. Perhatikan apakah karyawan dalam organisasi memberikan dia julukan-julukan tidak wajar seperti ‘tangan besi’, ‘sang diktator’, ‘putra mahkota’, ‘yang mulia’ atau bahkan ‘punisher?’
Sebutan-sebutan tersebut adalah tanda-tanda bahwa karyawan dalam organisasi tidak merasa nyaman dan tidak mendukung manajer HRD Anda. Jika yang bersangkutan tidak lagi mendapat dukungan maka bisa dipastikan kinerjanya tidak akan pernah efektif.
Memang benar bahwa sepuluh perilaku di atas bisa diperbaiki melalui pelatihan dan mentoring. Tapi bukankah pelatihan dan mentoring adalah salah satu tugas manajer HRD? Jika yang bersangkutan sendiri masih perlu dibimbing bagaimana Anda mengharapkan dia bisa membimbing karyawan lain? (Satrio)
Happily married, father of a wonderful boy, a passionate Content Strategist. Liverpool FC and Melbourne Victory fan. Traditional martial artist.
I’m going to be myself, do what I think is right. If they don’t like it, so be it. ~ Satrio ~|
Read more posts here||
I’m an ISTJ-A