Dalam surat kabar dan media lain sering diberitakan berbagai kasus suap, korupsi dan skandal yang melibatkan uang. Birokrat, pemimpin perusahaan, olahragawan, artis maupun orang-orang biasa merelakan nama baik dan reputasinya demi uang.

Banyak orang terheran bagaimana seseorang rela menjatuhkan nama baiknya, kehormatannya, kejujurannya atau karirnya untuk uang. Lebih-lebih sebagian besar dari mereka bukanlah orang yang berkekurangan secara finansial.

Jelas bahwa tindakan-tindakan tercela yang mereka lakukan demi uang bukanlah dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup seperti sandang, pangan, papan dan bahkan pendidikan. Sebab kalau sekedar untuk itu mereka bukan hanya tercukupi namun bahkan berkelimpahan.

Sebagian orang (terutama yang berkekurangan secara finansial, sebagai excuse) sering menyebut bahwa uang adalah sumber segala permasalahan, atau uang adalah sumber kejahatan. Benarkah demikian?

Ketika membaca berita mengenai korupsi yang notabene dilakukan oleh mereka yang sebenarnya hidup lebih dari sekedar berkecukupan, muncul pertanyaan dalam benak kita: “Benarkah tak pernah ada kata cukup jika berbicara mengenai uang?”

Namun ketika berbicara mengenai uang sebenarnya tidak melulu berbicara mengenai kecurangan. Sebab bukan hanya orang yang memperoleh uang dengan cara-cara curang saja yang seolah tak pernah merasa cukup, namun juga orang-orang yang memperoleh uang dengan bekerja jujur.

Tengok saja pada era entrepreneurship dan internet saat ini dimana tak sedikit orang pada usia 20-30an secara finansial bisa memperoleh penghasilan berkali-kali lipat dibanding generasi sebelumnya.

Bahkan tak sedikit dari mereka yang masih berstatus mahasiswa bahkan pelajar SMA sudah memperoleh penghasilan puluhan juta rupiah per bulan dan beberapa diantaranya lebih dari itu.

Para pegawai negeri maupun swasta banyak yang lantas tergoda, keluar dari pekerjaannya untuk menekuni aktivitas ‘memburu dollar’ ini.

Meski yang diperolehnya sudah berkali-kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan penghasilannya sebagai pegawai namun masih belum puas juga.

Memang ukuran kepuasan tak selalu soal uang, tapi juga tak dapat diingkari bahwa uang adalah salah satu motif utamanya.

Jacob Needleman, seorang Profesor Filosofi di San Fransisco State University pada tahun 1995 pernah menulis buku berjudul Money and the Meaning of Life

Uang dan Makna HidupDalam buku tersebut Needleman mengungkap dari sudut pandangnya mengenai keterkaitan antara uang dengan kehidupan. Menurutnya di satu sisi uang merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kehidupan ideal yang diharapkan, namun di sisi lain uang seringkali juga menjadi sumber frustrasi dan perpecahan.

Berikut adalah beberapa pandangan Needleman yang tak ada salahnya menjadi perenungan kita:

Uang adalah soal cinta dan hubungan. Bak pedang bermata dua, Needleman menyebut bahwa uang bisa menjadi perekat hubungan dalam keluarga namun bisa juga menjadi penyebab keretakan.

Untuk memastikan bahwa uang bisa menjadi sebuah sarana yang benar, maka pertama-tama kita harus menyadari dan mengenali mengenai bagaimana diri kita sendiri memandang arti uang.

Faktanya dalam hidup di dunia ini kita tidak bisa melepaskan diri dari uang, suatu ketika kita yang mengejarnya di lain waktu uanglah yang mengejar kita. Tapi terlepas dari situasi yang sedang dihadapi, sekali lagi kita harus memahami bagaimana diri kita sendiri memandang uang.

Jika kita tidak tahu bagaimana diri kita sendiri memandang uang maka sama artinya kita tidak mengenal diri sendiri.

Uang bukan sumber kebahagiaan ataupun penderitaan. Pernyataan ini jelas, dan sebagian besar orang sudah mengalaminya sendiri. Needleman menyebut bahwa kebahagiaan dan kekhawatiran adalah berasal dari (dalam) diri kita sendiri.

Jika kita bisa bahagia manakala tidak memiliki uang maka kita akan bahagia juga saat memilikinya. Sebaliknya, jika kita merasa khawatir ketika tak memiliki uang maka kitapun tetap akan khawatir meski memiliki uang.

Uang tidak bisa mengubah karakter asli (originalitas) dari seseorang. Jika karakter aslinya penuh syukur maka dalam keadaan miskin atau kaya dia akan tetap bersyukur dan bahagia. Jika karakter aslinya penuh keluhan dan rasa kekurangan maka kaya atau miskin tetap penuh keluhan.

Jika Anda adalah orang brengsek maka ketika kaya Anda hanyalah orang brengsek yang kaya. Sebaliknya jika Anda adalah orang baik maka Anda tetap akan baik entah kaya maupun miskin.

Uang tak membuat Anda menjadi pintar. Tak jarang uang memunculkan sifat asli seseorang. Orang yang cenderung sok tahu akan semakin menjadi-jadi ketika dia memiliki uang.

Manakalah ‘si sok tahu’ memiliki uang dia merasa bahwa dia adalah orang terpintar di dunia. Dia mengerti segala hal, setiap aspek lebih dari seorang spesialis.

Bukan hanya itu orang lain pun cenderung berpersepsi bahwa orang kaya tahu segalanya.

Needleman bercerita mengenai pengalamannya mewawancarai seseorang yang semula miskin dan kini telah menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

Ketika kepadanya ditanya hal apa yang paling mengejutkan bagi dirinya setelah menjadi kaya. Multi milyuner itu menjawab bahwa yang paling mengejutkan adalah bagaimana orang lain bertanya mengenai agama, cara mendidik anak dan banyak hal lain yang bukan bidangnya.

Dengan bijak sang multi milyuner ini berkata bahwa sesungguhnya satu-satunya yang ia tahu adalah bagaimana berjuang dari miskin menjadi kaya. Itu saja tak ada yang lain. “Pintar dan kaya adalah dua hal yang berbeda…” katanya.

Menjadi kaya tidak sama dengan sukses. Sama halnya dengan pintar, sukses dan kaya adalah dua hal yang berbeda. Sukses adalah bagaimana seseorang bisa menikmati pekerjaannya tanpa terobsesi dan melakukan pekerjaan dengan dorongan passion.

Banyak orang berpikir bahwa sukses artinya meraih ‘sesuatu’, dan ‘sesuatu’ itu diidentikkan dengan materi. Benar bahwa sukses adalah keberhasilan meraih ‘sesuatu’, hanya saja ‘sesuatu’ itu tak selalu terkait dengan materi tapi juga hal-hal lain yang sifatnya non materi dan terkadang hanya bisa dipahami oleh individu yang bersangkutan.

Dalam banyak hal sukses berkaitan erat dengan karakter. Karakter itu terbentuk dari bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya, menerima dan bangga dengan keunikan dalam dirinya, berani bermimpi dan berani memperjuangkan mimpinya serta tidak terpengaruh penilaian orang lain.

Hal-hal tersebut (karakter) jelas bukan sesuatu yang bisa diperoleh dengan uang, bahkan tak sedikit orang memiliki banyak uang namun tak memiliki karakter.

Seringkali kita memiliki gambaran mengenai ‘kaya’ dari orang lain, entah rekan, tetangga, biografi ataupun televisi. Gambaran-gambaran tersebut jelas bukanlah sebuah gambaran utuh. Untuk memahami gambaran utuh mengenai uang dan kekayaan, setiap orang harus merenungkan dan menemukan jawab dari dirinya sendiri.

Apa sebenarnya tujuan utama kita masing-masing dalam mengejar kekayaan? (Sa3o)