Kaidah peniruan merek dalam pasal 6 UU Merek dan penjelasannya.

Pasal 6 membicarakan mengenai merek yang harus ditolak pengajuan pedaftarannya. Penolakan ini didasarkan pada adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang telah terdaftar, dan/atau merek terkenal, dan/atau indikasi-geografis yang sudah dikenal. Lebih lanjut dikemukaakan dalam pasal ini, merek juga harus ditolak apabila tanpa ada ijin tertulis dari pihak yang berhak atau berwenang, menyerupai nama orang terkenal, foto, nama badan hukum orang lain, singkatan nama, bendera, lambang, simbol negara, emblem negara, lembaga nasional atau internasional, tanda atau stempel resmi yang digunakan oleh lembaga negara atau lembaga pemerintahan.

Penjelasan pasal 6 menyebutkan yang dimaksud dengan sama pada pokoknya adalah adanya kemiripan antara merk yang satu dan merek yang lain. Syarat sebuah merek dikatakan memiliki kemiripan yaitu apabila merk tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan mengenai kaidah peniruan merek yang ada dalam pasal ini berbeda dengan peniruan merek seperti dimaksudkan dalam tulisan ini. Kaidah peniruan merek yang ada dalam pasal 6 ini menyebutkan bahwa orang tidak dapat mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang dimiliki pihak lain untuk barang/jasa yang sejenis. Kaidah lain yang terdapat dalam pasal ini yaitu bahwa merek yang digunakan tidak boleh menyerupai dengan nama atau singkatan nama negara,…dst. (lihat pasal 6 ayat 3 huruf b dan c). Hal ini disebabkan merek yang menyerupai nama atau singkatan suatu negara, lambang negara…dst. dapat diasumsikan ingin memperoleh ketenaran sebuah negara atau diasumsikan oleh konsumen berasal dari suatu negara tertentu

Kaidah peniruan merek dalam pasal 76 UU Merek.
Pasal ini memuat ketentuan adanya hak yang dimiliki pemilik merek terdaftar untuk mengajukan gugatan kepada pihak lain yang dianggap menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis. Gugatan diajukan untuk menuntut ganti kerugian dan/atau penghentian semua kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Catatan pada pasal ini yaitu bahwa tuntutan hanya bisa dilakukan jika persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya yang digunakan pihak lain diterapkan pada barang yang sejenis. Dengan perkataan lain kaidah dalam pasal ini menentukan, apabila barang bukan merupakan barang sejenis, masih dimungkinkan menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhanya dengan merek terdaftar. Kaidah ini sama dengan kaidah dalam pasal 6 ayat 1 huruf b UU Merek yang mengatur agar permohonan pendaftaran merek harus ditolak jika memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek barang dan/atau jasa sejenis milik pihak lain yang telah terkenal.

Menghubungkan dan menggabungkan kedua kaidah dalam pasal tersebut diatas, maka dapat ditemukan suatu kaidah bahwa merek dimungkinkan untuk memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar dan/atau merek yang sudah terkenal milik pihak lain apabila merek tersebut bukan dalam kategori barang dan/atau jasa yang sejenis. Kaidah ini tidak berlaku untuk merek terkenal, karena untuk merek terkenal persamaan pada pokoknya juga berlaku bagi barang dan/atau jasa yang tidak sejenis.
(Bersambung…)

Tulisan ini merupakan cuplikan dari penelitian yang dilakukan oleh Indirani Wauran dan telah dipublikasikan dalam Kumpulan Tulisan dalam rangka Dies Natalis FH UKSW ke-48.