Setiap hari dalam pekerjaan, saya selalau berhubungan dengan mahasiswa. Dilihat dari jumlahnya, nampaknya dari tahun ke tahun jumlah mahasiswa di Indonesia semakin meningkat. Namun demikian seringkali kita mendengar keluhan-keluhan yang mengatakan mahasiswa pada masa kini tidak siap pakai. Mengapa hal ini terjadi?ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah penguasaan keilmuan yang terlalu rendah atau sebaliknya penguasaan keilmuannya cukup tinggi namun tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional yang sepadan. Kedua hal tersebut membuat mahasiswa tersebut tidak memiliki daya saing dan memiliki kemampuan untuk “menjual” dirinya.

Keadaan mahasiswa yang demikian tidak lepas dari proses mahasiswa tersebut selama bermahasiswa. Sebenarnya dalam proses tersebut ada beberapa pihak yang terlibat memberikan kontribusi secara berbeda, akan tetapi dalam tulisan ini akan dilihat faktor mahasiswanya. Dalam proses bermahasiswa akan membentuk menjadi seperti apakah mahasiswa tersebut nantinya. Berdasar pada pengamatan saya, terlihat ada mahasiswa yang memiliki visi dan lebih banyak lagi mahasiswa yang sekedar saja berkuliah karena nampaknya itu adalah suatu tingkatan yang wajar selepas SMA. Mahasiswa dengan visi yang jelas secara nyata kelihatan menikmati berbagai ilmu dan berusaha megembangkannya, selain itu dia juga meningkatkan kemampuan yang bersifat soft skill. Di kutub yang berseberangan, mahasiswa tanpa visi menjalani kehidupan bermahasiswa dengan santai dan tanpa gairah. Sehingga kadang saya berpikir berapa mereka membuang waktu dan energi dengan sia-sia.

Sebenarnya seperti tertulis di judul artikel ini, mahasiswa sama dengan maha+siswa. Siswa pada tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar. Jika selama lebih dari sepuluh tahun mereka telah menjadi siswa dengan pengaturan dan monitor yang ketat dari guru dan orang tua, maka ketika tiba di perguruan tinggi mereka telah disebut maha+siswa. Sebutan ini bagi saya mengandung makna yang khusus.. Mahasiswa berarti siswa yang telah saatnya mampu untuk mengatur, mengelola dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Mahasiswa juga berarti siswa yang telah mampu berpikir mengenai alasan mengapa dia mengambil program studi tertentu di perguruan tinggi. Mahasiswa juga adalah mereka yang telah mampu memikirkan langkah-langkah yang perlu diambil dalam hidupnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh mahasiswa itu sendiri.

Akan tetapi sayang sekali, banyak diantara mahasiswa yang tidak mengerti jati dirinya sebagai maha-nya siswa. Kehidupan dan cara-cara semasa SMA sedikit banyak mengalami perubahan. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan di perguruan tinggi tempat saya bekerja sebagai dosen, sejak dua tahun yang lalu ada latihan kepemimpinan pra dasar yang diwajibkan untuk mahasiswa baru. Diharapkan mahasiswa mengenal dirinya dan kemudian pada akhirnya dapat menyusun visi pribadi serta mengelolanya sehingga visi tersebut dapat tercapai.

Pada akhirnya sekeras apapun usaha pihak-pihak di sekeliling mahasiswa untuk membantu mahasiswa berkembang, jika tidak ada kesadaran dari mahasiswa itu sendiri akan jati dirinya sepertinya akan sulit untuk berhasil. Semoga mahasiswa dapat dimaknai sebagai maha+siswa bagi mereka yang menyandang status tersebut. (Indirani Wauran, Pengajar di FH UKSW)