Banyak pelajaran berharga yang diajarkan oleh seorang Steve Jobs selama masa hidupnya di dunia, namun banyak yang mengakui bahwa salah satu peninggalan terbesarnya adalah nasihat sekaligus contoh yang ditunjukkannya sendiri bahwa setiap manusia bisa dan harus merancang hidupnya sendiri.

Semasa hidupnya, Steve Jobs dikenal sebagai seorang jenius dalam hal desain baik desain produk, merk dan masih banyak lagi. Karena itu ketika orang membeli produk Apple maka yang mula-mula diharapkan dari produk tersebut adalah keindahan desainnya.

Pada sebuah kesempatan Jobs pernah berkata:

“Desain adalah sebuah kata yang menarik. Ketika berbicara desain kebanyakan orang berpikir mengenai bagaimana sesuatu akan terlihat nantinya”
“Namun ketika seseorang menggali lebih dalam…”

“… desain sesungguhnya lebih dari sekedar bentuk yang dapat dinikmati oleh mata, melainkan bagaimana sesuatu dapat bekerja dan bermanfaat.”

Dalam masyarakat kita, sering kita dibentuk dan diajarkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang mengakibatkan seseorang kurang menghargai dirinya sendiri. Salah satu contoh misalnya seseorang yang memiliki minat tinggi terhadap seni atau olah raga dianggap tidak memiliki masa depan atau tidak sehebat orang yang memiliki minat dibidang lain.

Tekanan dari orang tua, keluarga, lingkungan bahkan guru yang semestinya membuka wawasan pola pikir seseorang mengharuskan individu untuk merelakan impiannya sendiri dan mengikuti apa yang dinilai ‘lebih baik’ oleh masyarakat.

Alih-alih terbuka kesempatan bagi individu untuk mengembangkan potensinya secara maksimal, yang ada justru mewajibkan individu untuk membuat pilihan dari alternatif-alternatif yang telah disediakan oleh orang lain (masyarakat, guru dan orang tua).

Sesungguhnya ketika kita mulai mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang lain, kita tidak akan pernah menggali dan mencapai potensi sejati yang ada dalam diri kita.

Manusia adalah makhluk yang unik, berbeda satu sama lain. Itulah bagaimana Tuhan menciptakan diri kita, dan itulah yang dikehendaki oleh-Nya. Namun ketika pilihan mulai dibatasi, ketika kita tidak ‘diijinkan’ mengekslporasi diri kita yang sesungguhnya itu adalah sebuah pengingkaran dari keunikan yang kita miliki.

Keunikan hanya bisa terpelihara dan terwujud ketika seseorang mempelajari sesuatu berdasarkan pengalaman pribadinya, melakukan evaluasi terhadapnya dan pada akhirnya menentukan visi hidupnya.

Ketika seseorang mengingkari keunikan yang dimilikinya maka sesungguhnya yang bersangkutan telah membatasi kemungkinan untuk memaksimalkan potensi diri. Dan satu hal yang pasti bahwa cara hidup demikian tak akan membawa perubahan dan manfaat positif bagi masyarakat lebih-lebih dunia.

Steve Jobs
Steve Jobs Ketika Pada Akhirnya Kembali 'direkrut' oleh Apple

Jika seorang Steve Jobs terpaku pada pola pikir demikian, membiarkan keyakinan yang ada pada masyarakat membelenggu dirinya maka tak mungkin hari ini kita menikmati produk-produk seperti iPhone, iPad, iPod dan sebagainya.

Benar bahwa untuk memperjuangkan ‘keunikannya’ Steve Jobs harus merelakan dirinya ditendang dari perusahaan yang dibangunnya dari nol. Ketika akhirnya orang menyadari keuggulan dari ‘keunikan’ Jobs dan kembali merekrutnya untuk memimpin Apple, Jobs berkata:

“Inilah aku, seorang yang disebut tidak waras, seorang yang disebut sebagai pemberontak dan seorang yang disebut sebagai pembuat masalah. Tapi aku adalah juga seorang yang berpikir dan melihat segala sesuatu secara berbeda. Orang-orang seperti aku adalah orang yang tidak ingin dibatasi oleh ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh orang lain dan anti terhadap status quo. Anda boleh tidak sependapat dengan orang-orang seperti kami tapi Anda tidak akan pernah mungkin mengabaikan keberadaan kami dan apa yang kami capai.”

“Biarlah orang-orang berpikir bahwa kami tidak waras, tapi kami melihat diri kami sendiri sebagai seorang jenius. Anda berpikir kami gila, tapi kami memang cukup gila karena meyakini bahwa kami mampu mengubah dunia. Karena hanya orang yang yakin bahwa dirinya mampu mengubah dunia-lah yang sungguh-sungguh akan mengubah dunia pada akhirnya”

Perhatikan kata-kata Jobs, dan lihatlah bahwa selama hidupnya dia telah sungguh-sungguh membuktikan kata-katanya; mengubah dunia.

Konsekuensi yang harus dihadapi oleh seorang yang dianggap pembangkang atau pembuat ulah adalah bahwa masyarakat atau orang-orang disekitar kita tidak akan memberi dukungan lebih-lebih memuji kita bahkan mungkin selama kita hidup.

Marthin Luther King atau Mahatma Gandhi, bukankah selama hidupnya juga menerima banyak tentangan dan cercaan? Seorang Steve Jobs sendiri perlu waktu bertahun-tahun sebelum pada akhirnya membuktikan pada dunia apa yang menjadi visinya. Tapi kini, sebagian besar orang mungkin sudah lupa pada kurun waktu antara tahun 1996-2001 ketika para pebisnis dan profesional menyebutnya sebagai “kegilaan yang lebih gila dibanding kegilaan terbesar”.

Tapi Jobs tidak peduli pada pandangan masyarakat. Jika ia peduli tentu ia tak akan mencapai apa yang dia capai saat ini. Bahkan ketika semua orang menganggapnya tidak waras ia tetap meyakini bahwa dirinya mampu mewujudkan visinya.

Jobs telah membuktikan sekaligus mengajarkan, bahwa tugas kita bukan untuk menyenangkan hati orang lain. Sebaliknya tugas kita adalah mewujudkan apa yang menjadi impian, cita-cita, visi dan tujuan hidup kita sendiri.

Jobs menunjukkan bahwa tujuan kita adalah menemukan dan mengembangkan keunikan yang ada dalam diri kita masing-masing, sebab hanya dengan cara itulah kita bisa bermanfaat bagi masyarakat bahkan dunia sepanjang waktu hidup kita yang sangat terbatas di dunia.

Itulah nilai-nilai utama yang diajarkan oleh Steve Jobs melalui kata-kata, visi dan karya-karyanya. Kegilaan terbesar dari Jobs adalah keberaniannya dalam menjalani hidup dengan cara yang ia yakini. Jobs tak pernah khawatir dianggap sebagai orang aneh atau bahkan orang tak waras, satu-satunya yang ia inginkan adalah menjadi dirinya sendiri.

Salah seorang mantan karyawan Apple pernah berkata dalam sebuah kesempatan:

“Aku selalu mencintai produk-produk Apple bahkan sejak Apple II yang kumiliki dengan mengumpulkan sen demi sen. Aku tumbuh dewasa dengan memunguti buah aprikot di tanah lapang yang kini berdiri gedung Apple di atasnya. Aku berkerja di Apple selama masa-masa suram”

‘Masa suram’ yang dimaksud olehnya merujuk pada masa dimana Steve Jobs ditentang dan pada akhirnya ditendang dari perusahaan yang dirintis sekaligus dibesarkan olehnya.

Mantan karyawan itu melanjutkan:

“Steve Jobs adalah pribadi kompetitif yang selalu melihat bahwa satu-satunya kompetitor adalah dirinya sendiri. Segala sesuatu tentang dia (Jobs) adalah pelajaran bagi kita semua dan adalah sebuah kehormatan untuk bisa menikmati produk-produk Apple lebih-lebih sebuah kehormatan untuk dapat bekerja dan menjadi bagian dari Apple. Namun tidak ada yang lebih besar dari semua itu dibandingkan pelajaran terpenting yang diajarkan oleh Jobs bahwa setiap dari kita harus menemukan jalan kita masing-masing. Dan jalan tersebut harus kita temukan sendiri sebab tak seorangpun bisa memberikan petunjuk selain diri kita sendiri”.

Belajar dari semuanya itu jangan kita hanya kagum pada sosok Steve Jobs atau ingin menjadi sehebat dirinya. Namun pelajaran berharga yang harus diambil adalah untuk memaksimalkan potensi yang kita miliki dengan menjadi diri sendiri. Bukan hanya sekedar lewat omongan, kata-kata, atau gaya berpakaian melainkan dengan pilihan (visi) dan tindakan nyata.

Berani berbeda bukan untuk mencari perhatian atau pengakuan melainkan karena menyadari keunikan yang ada pada diri sendiri. Jobs sendiri mengatakan bahwa ia tak peduli pendapat orang lain. Orang-orang semacam ini bukan mereka yang haus perhatian, pujian atau pengakuan melainkan orang-orang yang haus akan pencapaian-pencapaian tujuan.(Satrio)

Artikel Terkait: