Ada dua pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan dalam sebuah wawancara kerja terutama jika pewawancara bukan user. Kedua pertanyaan itu adalah: “Apa yang akan Anda berikan bagi perusahaan jika diterima?” dan “Apa rencana Anda lima tahun, sepuluh tahun dan lima belas tahun ke depan?”
Kedua pertanyaan tersebut terdengar konyol dan dipaksakan sekedar memenuhi semacam syarat ”buku panduan wawancara”. Pertanyaan pertama mungkin tepat jika yang diwawancara adalah seorang ekspert, untuk sebuah posisi spesialis atau untuk posisi middle dan top level management. Namun kalau ditanyakan pada seorang fresh graduated rasanya konyol.
Kenapa? Bagaimana seorang fresh graduated bisa menjawab pertanyaan itu sementara dirinya belum tahu budaya organisasi perusahaan yang bersangkutan, target untuk posisi yang dilamarnya, karakteristik pekerjaannya atau masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi terkait posisi yang dilamarnya. Dan karena si pewawancara bukan user maka yang bersangkutan juga seringkali tak bisa memberikan informasi yang dibutuhkan secara akurat.
Lain halnya andai perusahaan tersebut mengajukan pertanyaan kepada kandidat top management yang hampir pasti memiliki akses dan informasi mengenai posisi, karakteristik perusahaan dan karakteristik industri yang dilamarnya.
Tentu pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab jika seseorang memiliki cukup akses terhadap informasi mengenai hal-hal tersebut. Jika dipaksa menjawab pertanyaan itu tanpa cukup informasi yang dibutuhkan maka sebenarnya jawaban-jawaban yang diberikan cenderung tidak jelas dan dipaksakan.
Pertanyaan kedua meski bisa dijawab tanpa informasi-informasi tertentu namun tetap bukan sebuah pertanyaan cerdas. Seseorang bisa saja menjawab “apa yang ingin” dia capai dalam waktu lima tahun, sepuluh tahun ke depan dan seterusnya, namun dengan asumsi.
Ketika ditanya bagaimana pelamar kerja membayangkan dirinya dalam lima, sepuluh tahun kedepan tentu yang bersangkutan akan mengasumsikan jawaban-jawaban tersebut tepat jika dia bekerja dalam perusahaan atau industri tersebut.
Masalahnya, asumsi bukanlah sebuah variabel yang bisa dikontrol ataupun dijadikan patokan.
Dunia bisnis adalah dunia yang seringkali sulit diprediksi, sekalipun tampak mungkin. Perhatikan sungguh-sungguh bagaimana industri dan juga perusahaan bertumbangan dan industri baru yang semula tidak banyak dilirik atau bahkan tidak terpikir akan pernah ada justru muncul dan booming dalam waktu singkat.
Naif jika seseorang berpikir bahwa rencana dan pilihan bidang studinya akan membawa yang bersangkutan pada sebuah pekerjaan dan karir yang sesuai dengan apa yang direncanakan olehnya sepuluh atau lima tahun yang lalu. Naif juga jika seseorang berpikir bahwa karirnya akan berjalan sesuai apa yang telah direncanakan beberapa tahun lalu.
Sekali lagi, rencana tersebut berdasarkan asumsi dan asumsi dibuat pada saat itu sementara segala sesuatu bergerak begitu cepat dan dinamis sehingga asumsi-asumsi lama pun dengan cepat menjadi tidak valid.
Karenanya jika seseorang tidak berada dalam sebuah industri yang cenderung mudah diprediksi, tidak terlalu dinamis dan cepat berubah maka sebuah perencanaan karir hanyalah sebuah perencanaan kegagalan dan penyesalan hidup.
Jujur saja, berapa banyak orang yang saat ini bekerja atau berusaha sesuai apa yang direncanakannya lima belas, sepuluh atau lima tahun yang lalu?
Lain halnya jika karir tersebut adalah dalam bidang pekerjaan yang tidak terlalu dinamis seperti industri pendidikan, PNS dan sejenisnya maka sah-sah saja melakukan perencanaan karir.
Berhentilah Merencanakan Karir
Jika Anda tidak berminat berkarir di industri atau bidang yang kurang dinamis maka berhentilah merencanakan karir saat ini juga, percayalah semua itu hanya membuang waktu.
Dalam sebuah industri dan dunia yang bergerak dinamis seperti saat ini seseorang tidak bisa secara spesifik menentukan dan merencanakan karir dalam sebuah pekerjaan atau perusahaan tertentu.
Alih-alih merencanakan karir, yang perlu dilakukan adalah menyusun sebuah formula untuk memastikan Anda melangkah pada jalan yang sesuai dengan tujuan hidup yang hendak dicapai.
Langkah awal untuk memulainya adalah dengan menemukan siapa Anda dan nilai apa saja yang menurut Anda adalah penting. Misalnya pengenalan mengenai: siapa diri Anda? Hal-hal apa yang Anda anggap penting? Apakah Anda suka pekerjaan yang memposisikan Anda untuk mengatur dan mengelola bawahan? Atau Anda lebih memilih pekerjaan yang tidak mengharuskan Anda mengatur dan mengelola bawahan?
Apa yang menjadi passion Anda? Keterampilan dan pengetahuan macam apa yang telah Anda kuasai dan ingin Anda kuasai.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan menuntun Anda pada sebuah arah dan tujuan awal yang tepat. Jawaban tersebut bukan hanya membantu Anda memilih sebuah pekerjaan namun membantu Anda mengidentifikasi apakah Anda lebih tepat menjadi seorang karyawan atau entrepreneur?
Jadi garis besar langkah-langkah yang harus dilakukan adalah demikian:
- Kenali dan tentukan passion Anda.
- Pilih pekerjaan/usaha sesuai dengan passion tersebut.
- Kombinasikan antara passion Anda dengan keterampilan dan pengetahuan yang didapat dari pekerjaan tersebut.
- Carilah pekerjaan/posisi/bidang usaha lain yang tetap sesuai dengan passion.
- Serap apa yang bisa dipelajari dari pekerjaan/posisi/bidang usaha baru tersebut.
- Ulangi lagi langkah-langkah tersebut hingga akhirnya Anda menemukan posisi/pekerjaan/bidang usaha yang benar-benar Anda nikmati dan mulailah berjuang untuk mencapai keberhasilan pada bidang tersebut.
Selalu ingat bahwa seiring dengan keputusan, langkah dan tindakan yang Anda ambil/lakukan maka berbagai peluang dan kesempatan akan muncul dengan sendirinya.
Plan your future, NOT your career; get a LIFE, NOT a job
Happily married, father of a wonderful boy, a passionate Content Strategist. Liverpool FC and Melbourne Victory fan. Traditional martial artist.
I’m going to be myself, do what I think is right. If they don’t like it, so be it. ~ Satrio ~|
Read more posts here||
I’m an ISTJ-A