Semua orang tentu menyadari bahwa harga makanan dan minuman di bioskop jauh lebih mahal ketimbang produk yang sama di tempat lain. Tapi pernahkah terpikir apa alasan pengusaha bioskop menetapkan harga yang sedemikian mahal untuk makanan dan minuman tersebut?
Alasan utama sebenarnya tidak lain adalah menjaga agar harga tiket bioskop tetap rendah dan kompetitif. Menjaga harga tiket tetap rendah bukan hanya menempatkan usaha bioskop kompetitif terhadap para pesaing namun sekaligus juga menjaga agar harga tersebut secara psikologis bisa diterima oleh konsumen.
Menjaga harga produk primer (tiket) agar tetap dalam nilai yang dipersepsi wajar oleh konsumen sangat penting terutama dalam mempertahankan segmen konsumen yang sensitif terhadap harga. Bagi sebuah usaha bioskop tentu tujuan utamanya adalah menarik sebanyak mungkin pengunjung/penonton.
Umumnya pengusaha bioskop tidak mengandalkan penjualan tiket untuk memperoleh keuntungan yang tinggi. Sebaliknya justru penjualan item-item lain seperti pop corn, makanan, minuman dan sebagainya menjadi sumber pemasukan utama.
Jika dilihat dari prosentase memang penjualan dari item-item tersebut hanya sebesar 20% dari total laba kotor yang diterima (Gil & Hartmann, 2009), tapi perlu diingat bahwa penjualan dari item-item tersebut (makanan/minuman) sepenuhnya menjadi hak mereka. Berbeda dengan pendapatan tiket yang masih harus dibagi dengan pihak ketiga.
Perlu diketahui bahwa selalu ada tipe konsumen yang datang ke bioskop tanpa peduli film apa yang sedang diputar. Memang konsumen tipe ini tidak banyak namun mereka bersedia membayar harga mahal yang dipatok untuk minuman, pop corn dan makanan lain yang dijual di dalam gedung bioskop tersebut. Karenanya jika dihitung per kepala, pendapatan yang diperoleh oleh pengusaha bioskop dari konsumen tipe ini terbilang tinggi.
Sebaliknya tipe konsumen umum yaitu mereka yang hanya menonton film-film tertentu (sesuai selera atau popularitas film) cenderung enggan mengeluarkan uang dalam jumlah besar, sehingga pendapatan pengusaha bioskop atas mereka cenderung kecil (jika dihitung per kepala).
Implikasinya adalah pengusaha bioskop harus mampu menjaring sebanyak-banyaknya tipe konsumen ini untuk memperoleh pendapatan yang sepadan. Dan satu-satunya cara untuk mendatangkan konsumen tipe ini dalam jumlah besar adalah dengan menjaga harga tiket tetap rendah.
Argumen mengenai penetapan harga produk sekunder yang lebih tinggi demi menjaga harga produk primer tetap rendah untuk menjaga kondisi psikologis konsumen sebenarnya sudah cukup lama menjadi perdebatan dalam topik strategi penetapan harga. Setidaknya praktek yang dilakukan oleh para pengusaha bioskop sudah membuktikan bahwa hal tersebut bisa menjadi strategi efektif jika dilakukan dengan tepat.
Happily married, father of a wonderful boy, a passionate Content Strategist. Liverpool FC and Melbourne Victory fan. Traditional martial artist.
I’m going to be myself, do what I think is right. If they don’t like it, so be it. ~ Satrio ~|
Read more posts here||
I’m an ISTJ-A