Hari Sabtu, 23 Februari lalu adalah pertama kalinya White Night Melbourne diselenggarakan. Bukan hanya pertama kali di Melbourne namun White Night Melbourne 2013 sekaligus juga adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Australia.
Konsep White Night sendiri konon dimulai di kota Nantes, Perancis pada tahun 1984 dan dengan cepat menyebar ke kota-kota lain di Eropa seperti Helsinki, Paris, St Petersburg dan hingga kini sudah diselenggarakan di lebih dari 100 kota di berbagai belahan dunia.
White Night Melbourne 2013 sendiri terpusat di tengah kota dimana beberapa jalan utama ditutup baik untuk kendaraan pribadi maupun transportasi publik. Namun mengingat rata-rata Melbournian berjalan kaki sehari-hari terutama jika berada di City maka penutupan jalan tidak terlalu berpengaruh. Bedanya justru ada pada kepadatan pejalan kaki yang tak kalah padatnya dengan malam tahun baru. Maklum bukan hanya karena penduduk dari berbagai Suburb datang ke City untuk menikmati event istimewa ini namun juga banyak turis dari luar kota bahkan luar negeri yang datang khusus untuk berbaur dengan Melbournian di ajang yang pertama kali diadakan di Ibu Kota Negara Bagian Victoria ini.
Swanston St. jalan dimana tempat tinggal kami berada merupakan salah satu yang ditutup, namun suasana White Night sendiri belum terlalu terasa di ditempat tinggal kami. Di Swanston St. hiruk pikuk White Night baru terasa mulai dari depan State Library yang jaraknya sekitar 2 km dari apartemen kami.
Sementara itu Flinders St. Station seolah menjadi penjuru atau center dari kegiatan ini, karena di sekitarnya beberapa venue seperti St. Paul’s Cathedral (Gereja Anglikan), Fed Square dan Arts Precinct yang berada di sekitar stasiun iconic di kota Melbourne tersebut juga turut meramaikan White Night dengan caranya masing-masing.
Pusat kota dihiasi oleh proyeksi sinar laser, sama seperti yang dilakukan di Melbourne Town Hall selama Natal kemarin. Bedanya jika pada bulan Desember lalu hanya Melbourne Town Hall yang “dihias” dengan proyeksi sinar laser kini hampir semua gedung di sepanjang Flinders Street menawarkan atraksi serupa sehingga suasana kota pun terasa berbeda dari hari-hari biasa.
Sedangkan puncak acaranya sendiri berlangsung di Birrarung Marr, lagi-lagi dengan pertujukan sinar laser yang berpadu dengan water fountain diiringi oleh lantunan musik. Sayang posisi duduk kami kurang strategis karena tempat yang lebih strategis sudah padat oleh penonton. Tips dari kami jika suatu saat Anda hendak menikmati White Night Melbourne tahun-tahun mendatang ada baiknya menuju Birrarung Marr terlebih dahulu untuk mendapatkan posisi strategis baru setelah pertujukan di sana berakhir Anda mengunjungi tempat-tempat lain.
Sebenarnya masih banyak lagi tempat-tempat di sekitar City yang bisa dikunjungi selama White Night Melbourne ini, namun oleh karena jalanan yang sedemikian padat bak lautan manusia serta fakta bahwa kami menggendong anak kami yang berusia 4 bulan maka kami harus menyudahi malam sekitar pukul 22.00. Awalnya kami berpikir pulang lebih cepat, namun setelah melihat Jethro begitu menikmati suasana maka kami bertahan hingga sedikit lebih malam.
Untungnya di Melbourne orang-orang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap bayi dan manula, sehingga meski berdesak-desakan begitu melihat kami membawa bayi orang-orang dengan sadar diri memberi jalan. Tak terbayang kalau di Indonesia yang serba EGP (Emang Gw Pikirin), tak bakalan kami membawa anak kecil lebih-lebih bayi di tengah keramaian seperti ini.
Tahun depan atau pada White Night Melbourne 2014 mestinya bakal lebih meriah lagi sebab banyak hal bisa menjadi evaluasi bagi pihak penyelenggara. Sayang kemungkinan besar kami sudah tak lagi di kota yang mendapat predikat the world’s most livable city tiga kali berturut-turut ini yang seolah sudah menjadi bagian keseharian kami ini.
God is going to take care of us, whether or not we can see down the road.
He will not let us walk in darkness and leave us there alone.
He will not let us walk to a place and abandon us ~The Wicaksonos~