Beberapa waktu terakhir dua artikel dari New York Times memberikan kabar mengejutkan bagi dunia. Sony, salah satu perusahaan elektronik terbesar tidak memperoleh keuntungan sejak tahun 2008. Nilai perusahaan kini hanya 1/9 dari Samsung dan 1/30 dari Apple.

SONY Jepang

Menurut Tabuchi, dalam artikelnya di New York Times, kerugian Sony utamanya adalah akibat dari kegagalan perusahaan itu mengikuti pesatnya perkembangan industri teknologi dalam beberapa tahun terakhir.

Meski argumentasi yang disampaikan cukup logis namun bukan kegagalan inovasi yang menjadi penyebab utama kerugian Sony yang oleh mantan CEO-nya digambarkan sebagai “kondisi yang tidak mungkin tertolong”.

Dibandingkan perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama memang Sony tidak melahirkan produk-produk fenomenal seperti Apple, Samsung atau HTC. Namun faktanya Sony tetap mampu melahirkan produk-produk berkualitas. Untuk kategori televisi misalnya, beberapa produk Sony masih mampu bersaing dengan Samsung dan LG. Sementara di kategori mobile phone, baru-baru ini Sony melahirkan Sony Xperia S yang memiliki ketajaman layar jauh lebih baik dibanding semua ponsel yang ada saat ini.

Kondisi di atas setidaknya cukup membuktikan bahwa bukan inovasi yang menjadi faktor utama kegagalan Sony meraup keuntungan sejak tahun 2008.

Faktor utama yang membawa Sony pada kondisi saat ini adalah kegagalan dalam mengelola merknya. Merk Sony tidak memiliki identitas yang unik, ya tentu ketika mendengar nama Sony orang masih memiliki persepsi produk yang berkualitas. Namun apa yang menjadi nilai diferensiasinya? Apa yang membedakan dirinya dengan Samsung, Apple dan sebagainya?

Beberapa tahun terakhir Sony melakukan ekspansi ke berbagai macam produk. Mulai dari televisi, ponsel. tablet, kamera digital, MP3 player, video games, studio musik & film serta masih banyak lagi. Dan yang mengejutkan adalah seiring dengan ekspansinya Sony tetap mempertahankan satu merk untuk memayungi semua produk.

Produk-produk tersebut bukan hanya beragam dilihat dari kategorinya, namun juga beragam dari segmen dan target marketnya. Baik produk premium maupun low-end, Sony menggunakan merk yang sama!

Perlahan citra merk “SONY” mulai kehilangan arti, kehilangan identitas dan tidak memiliki keunikan. Akibatnya, meski beberapa jenis produknya sukses di pasar namun tidak demikian dengan perusahaan dan citra merknya.

Jadi jika Kazuo Hirai, CEO Sony yang baru dengan optimis menyebut bahwa ini adalah saatnya bagi Sony untuk berubah maka perubahan pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan merk. Sebab jelas bahwa penggunaan satu merk untuk semua jenis produk dan segmen tidak memberi hasil positif bagi perusahaan elektronik asal Jepang ini.