Tanpa terasa waktu berlalu dan tiba saatnya bagi kami untuk meninggalkan kota Melbourne. Pelham St, Swanston St, Rathdowne St atau Lygon St yang selama ini sudah begitu akrab dan menjadi rute sehari-hari akhirnya harus direlakan untuk tak lagi menjadi rute keseharian.
Rasanya baru kemarin kami tiba di kota ini pada pagi hari, beristirahat sejenak di bandara sebelum akhirnya mencari taksi yang mengantar kami ke Bell City, Preston. Rasanya juga baru kemarin tersesat di jalan padahal hanya berjalan dari Food Court di Swanston St menuju ke Vicmart.
Namun kalau dirasa-rasakan seolah juga cukup lama sudah kami tinggal di sini, dalam arti yang baik. Kami sudah begitu terbiasa dengan keramahan penduduknya, sikap toleransi serta saling menghargai dalam keberagaman, tata kota yang begitu rapi serta berbagai kegiatan ataupun festival yang seolah tiada usainya sepanjang tahun.
Musim dingin, musim semi, musim panas dan musim gugur sudah kami alami dan kini musim dingin kembali tiba seolah menjadi pertanda sudah waktunya kami meninggalkan kota dan atmosfernya yang begitu membuat kami jatuh hati ini.
Beberapa hari terakhir ini kami disibukkan oleh kegiatan packing yang seolah tiada berakhir, masih ada saja urusan yang belum selesai. Namun rasanya juga terlalu sayang jika tidak memanfaatkan saat-saat terakhir di kota ini dengan baik. Karenanya sedapat mungkin kami luangkan waktu untuk berjalan-jalan entah sekedar napak tilas jalur yang kami lewati saat pertama kali tiba, duduk-duduk di taman dan sebagainya termasuk duduk-duduk di Bourke St. Mall dengan segelas kopi buatan Sensory Lab sambil menikmati musik yang dilantunkan oleh para busker.
Kopi bakal menjadi salah satu yang sudah pasti dirindukan ketika meninggalkan Melbourne nanti. Konon kafe kopi di Melbourne adalah yang terbaik di dunia. Di antara sekian banyak penjual kopi Brother Baba Budan yang terletak di Lt. Bourke St. serta Sensory Lab di Lt. Collins adalah favorit saya. Sementara jika hendak bepergian di pagi haru dengan kereta maka kedai Coffee HQ di dalam Flinders St. Station adalah tempat yang tak pernah saya lewatkan. Bagi beberapa orang Gloria Jean’s juga cukup populer, namun saya sendiri tidak terlalu merekomendasikan. Well, mungkin juga soal selera saja.
Begitu istimewa memang kedai-kedai kopi yang ada di kota ini, maka tak heran jika Starbucks sempat bangkrut beberapa tahun lalu. Dan memang kalau dibandingkan Brother Baba Budan, Sensory Lab, Coffee HQ, Gloria Jean’s atau Hudsons Coffee menurut saya kenikmatan kopi Starbucks masih kalah jauh.
Dan kalau bicara kopi maka tak bisa dilupakan “pendampingnya”: donat! Donat paling enak di Melbourne menurut saya pribadi adalah Walker’s Doughnuts yang terletak di pojokan Elizabeth St tepatnya di persimpangan Elizabeth St dan Flinders St.
Masih soal makanan, di kota ini jugalah pertama kalinya kami tahun perbedaan antara Kebab dengan Souvlaki. Sebenarnya tak beda jauh, kalau Kebab asalnya dari Turki dan wrapping-nya menggunakan roti. Sementara Souvlaki adalah sebutan makanan yang sama oleh bangsa Yunani dan wrapping-nya adalah roti pita. Entah kenapa di Indonesia sebutannya kebab namun dibungkus dengan roti pita.
Multikultur di Melbourne membuat kami berkesempatan mencicipi masakan dan mengenal budaya berbagai negara. Jadi meski hanya di Victoria saja namun rasanya seperti habis keliling dunia.
Dua hari lalu kami juga menyempatkan diri ke Melbourne Aquarium, sejak awal memang tempat ini masuk dalam agenda terakhir kami sebelum pulang. Harapannya saat itu Jethro sudah cukup umur untuk menikmati jalan-jalan di Melbourne Aquarium. Dan memang faktanya demikian, J begitu menikmati ketika melihat berbagai macam ikan hingga sempat menolak makan saking asyiknya. Namun yang paling membuat dia tertarik hingga tidak mau beranjak adalah kandang Penguin yang lokasinya tak jauh dari pintu keluar/masuk.
Melihat Jethro begitu menikmati Melbourne Aquarium puas rasanya kami mengagihkan waktu untuk mengunjungi tempat ini di saat-saat terakhir meski harga tiketnya juga sama sekali tidak murah untuk ukuran kami.
Sedangkan hari ini, hari terakhir kami di Melbourne kami memulai dengan sarapan pancake di Pancake Parlour, berjalan-jalan sebentar di Melbourne Central sambil mengenang bahwa tempat ini dulu menjadi tempat kami menghangatkan diri saat awal-awal berjalan-jalan di City pada musim dingin. Lalu untuk makan siang kami memilih Piccolo Mondo di Lygon St, selain hanya berjarak beberapa meter dari apartemen kami juga karena kami sudah beberapa kali makan di tempat tersebut. Rasa masakannya enak dan harganya pun relatif murah dibanding tempat makan serupa di Lygon St.
Jujur saja rasanya berat dan sayang meninggalkan kota Melbourne, banyak kenangan selama kami tinggal di sini. Selain itu membayangkan kembali ke Indonesia yang lalu lintasnya berantakan dan masyarakatnya acapkali bersikap kurang beradab rasanya proses beradaptasi kembali sungguh bakal sangat melelahkan.
Namun betapapun beratnya meninggalkan Melbourne tetap saja kami bersyukur boleh diberi kesempatan untuk menikmati semua ini. Tidak semuanya menyenangkan, sempat pula kami mengalami kesulitan keuangan namun secara keseluruhan kehidupan kami di sini sungguh menyenangkan dan bebas dari stres yang tidak perlu.
Begitu banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang kami peroleh selama di sini, salah satu momen terpenting tentu adalah kelahiran anak kami di kota ini bulan Oktober tahun lalu yang mendebarkan, menegangkan namun berakhir dengan suka cita yang luar bisa.
Dan kami percaya bahwa “petualangan” kami di sini berakhir karena sudah saatnya memulai “petualangan” yang baru.
Don’t be sad because something ends. Every ending creates a new beginning.
God is going to take care of us, whether or not we can see down the road.
He will not let us walk in darkness and leave us there alone.
He will not let us walk to a place and abandon us ~The Wicaksonos~